Masa Jabatan Presiden Parham: Tantangan dan Visi Pendidikan Tinggi
Setelah tujuh tahun memimpin California State University, Dominguez Hills, masa jabatan Presiden Thomas A. Parham akan segera berakhir. Selama kepemimpinannya, kampus ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam tingkat kelulusan dan retensi mahasiswa, meskipun masih ada beberapa target yang belum tercapai dan angka-angka tersebut masih di bawah rata-rata sistem Cal State. Universitas ini juga berhasil menempati peringkat nasional untuk mobilitas sosial dan keberagaman mahasiswa. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah pendaftaran mahasiswa sempat menurun dan kampus menghadapi tantangan pemotongan anggaran yang memicu protes dari beberapa kalangan. Meski demikian, Presiden Parham tetap bangga dengan pencapaian yang telah diukir, termasuk pembangunan fasilitas baru dan akreditasi yang diperoleh, dengan keyakinan bahwa pendidikan telah mengubah banyak kehidupan.
Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa mahasiswa harus melanjutkan pendidikan di universitas di tengah berbagai pilihan dan tantangan ekonomi saat ini? Presiden Parham menjelaskan bahwa penurunan jumlah pendaftaran adalah hasil dari berbagai faktor, mulai dari penurunan angka kelahiran yang memengaruhi pasokan calon mahasiswa, hingga perubahan pola pikir pasca-pandemi tentang investasi waktu dalam hidup. Selain itu, kenaikan upah minimum membuat sebagian orang merasa tidak perlu kuliah untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Namun, bagi Parham, pendidikan tinggi bukan hanya tentang mendapatkan pekerjaan. Ia mengutip Malcolm X yang menyatakan bahwa pendidikan adalah 'paspor menuju masa depan'. Baginya, pendidikan adalah tentang mengembangkan potensi dan jiwa manusia, membantu individu mengeksplorasi minat, nilai, dan keunggulan diri.
Terkait kerangka kerja baru untuk mengukur kemajuan sistem universitas yang mempertimbangkan penempatan kerja dan pendapatan, Presiden Parham menganggapnya tepat. Hal ini sejalan dengan ekspektasi publik yang mencari 'return on investment' (ROI) atau pengembalian investasi dari pendidikan. Ia menekankan bahwa meskipun biaya pendidikan menjadi pertimbangan, investasi di universitas memiliki keuntungan jangka panjang yang jauh lebih besar. Lulusan perguruan tinggi cenderung memiliki perbedaan gaji yang signifikan sepanjang hidup, serta berbagai manfaat lain yang terasa segera.
Dalam suasana politik yang kadang kurang mendukung keberagaman, upaya universitas untuk inisiatif Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi (DEI) tetap berlanjut. Presiden Parham menegaskan bahwa pusat-pusat sumber daya seperti pusat mahasiswa kulit hitam, perempuan, LGBT, atau etnis lainnya di kampusnya tidak bersifat diskriminatif. Sebaliknya, pusat-pusat ini terbuka untuk semua orang dan bertujuan untuk mengundang siapa saja untuk memanfaatkan sumber daya yang ditawarkan, terlepas dari latar belakang mereka. Intinya adalah bagaimana kita aktif mengundang partisipasi, bukan sekadar menyatakan tidak diskriminatif secara pasif.
Presiden Parham juga sering mengutip tokoh-tokoh besar seperti Martin Luther King, Jr. dan Frantz Fanon, menjadikannya sebagai mantra dan simbol kemungkinan dalam hidupnya. Ia percaya bahwa setiap generasi memiliki tanggung jawab untuk memenuhi warisannya. Dengan kemajuan teknologi seperti AI dan ChatGPT, mungkin muncul kekhawatiran bahwa mahasiswa masa kini tidak lagi 'membangun otot' untuk mengingat dan merenungkan kata-kata bijak dari generasi sebelumnya. Namun, Parham mengingatkan pesan Martin Luther King, Jr.: "Hati-hati agar cara kita hidup tidak melampaui tujuan mengapa kita hidup." Teknologi, termasuk AI, memiliki sisi positif dan negatif. Tugas kita adalah memaksimalkan potensi baiknya dan meminimalkan elemen destruktifnya, agar teknologi ini dapat menjadi alat yang produktif dan mendukung tujuan pendidikan yang luhur.