Mengenal Dick Cheney: Visi Pendidikan Sang Wakil Presiden

Wakil Presiden Dick Cheney dan Nina Rees duduk berhadapan di dalam Marine Two, terlibat dalam percakapan.

Hai teman-teman, hari ini kita akan ngobrol santai tentang sosok penting yang baru saja berpulang, yaitu Dick Cheney, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat. Sebagai salah satu penasihat kebijakan domestik beliau dulu, saya, Nina Rees, ingin berbagi sedikit cerita tentang pengalaman saya bekerja di bawah kepemimpinannya, terutama di bidang pendidikan. Rasanya sedih banget mendengar kabar beliau meninggal di usia 84 tahun, apalagi sambil mikirin orang tua sendiri yang juga sudah sepuh.

Dulu, saya punya kesempatan luar biasa untuk mengabdi di Kantor Wakil Presiden selama dua tahun pertama pemerintahan Bush-Cheney. Buat saya, seorang imigran dari Iran, bisa bekerja di Gedung Putih itu rasanya seperti puncak dari 'American Dream'. Meskipun latar belakang saya di reformasi pendidikan, awalnya saya sempat ragu bagaimana peran saya bisa cocok dengan portofolio Dick Cheney. Tapi, berkat dukungan dan kesempatan yang ada, saya memutuskan untuk bergabung. Dan ternyata, itu jadi salah satu keputusan terbaik dalam karier saya.

Meskipun peran Wakil Presiden lebih banyak mengikuti arahan Presiden, saya melihat sendiri bagaimana Dick Cheney sangat peduli dengan pendidikan. Terutama saat membahas perkembangan program 'No Child Left Behind' (NCLB), sebuah inisiatif besar di bidang pendidikan. Beliau punya selera humor yang agak kering, butuh waktu sih buat saya terbiasa, tapi di balik itu, beliau sangat serius dan terlibat.

Ada satu momen yang saya ingat banget. Suatu kali, beliau bersedia banget datang ke Airlie Conference Center untuk ketemu tim senior Departemen Pendidikan. Kami terbang bareng pakai Marine Two, ngobrolin banyak hal penting dan kasih semangat ke tim. Ini menunjukkan banget kalau beliau bukan cuma sekadar hadir, tapi benar-benar mau berinteraksi. Beliau juga membantu saya meyakinkan kelompok konservatif untuk mendukung tujuan NCLB Presiden, yang saat itu bukan tugas mudah. Kehadiran beliau benar-benar bikin perbedaan besar.

Setelah peristiwa 9/11, fokus beliau beralih ke keamanan nasional, dan saya ikut membantu di 'war room' untuk memastikan tindakan Amerika di Afghanistan tidak dianggap sebagai perang melawan Islam. Sebagai Muslim Amerika, saya merasa terpanggil untuk tugas itu. Pada akhirnya, saya kembali ke Departemen Pendidikan.

Banyak banget kritik yang dialamatkan ke Dick Cheney, bahkan setelah beliau meninggal. Tapi, saya berharap para kritikus bisa mengenal sosok yang saya kenal. Memang, saya tidak selalu setuju dengan semua keputusannya, tapi melayani beliau adalah salah satu kehormatan terbesar saya. Menurut saya, kepemimpinan itu tentang membuat keputusan sulit, tetap teguh, dan setia pada keyakinan. Bagi Dick Cheney, yang terpenting adalah pengabdian kepada negara. Selamat jalan, Bapak Wakil Presiden.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org