Pengalaman Nyata Jurnalis di Dunia PAUD: Dari Meliput Hingga Mengasuh
Halo para pembaca setia, pernahkah terpikir bahwa dunia pendidikan anak usia dini (PAUD) itu sangat kompleks dan krusial? Mungkin banyak dari kita yang belum terlalu familiar, termasuk saya sendiri. Sebagai seorang jurnalis yang bertahun-tahun meliput dunia pendidikan, awalnya fokus saya lebih ke jenjang K-12 dan perguruan tinggi. Namun, enam tahun lalu, petualangan saya membawa saya masuk ke pusat penitipan anak di Philadelphia, dan sejak itu, pandangan saya tentang PAUD berubah total.
Saat pertama kali terjun, saya benar-benar buta. Istilah-istilah di PAUD asing di telinga, dan saya tidak punya gambaran sedikit pun tentang bagaimana merawat serta melibatkan bayi dan balita dalam kegiatan sehari-hari. Beruntung, saya mendapat kesempatan untuk melakukan perjalanan ke berbagai program PAUD di seluruh Amerika Serikat. Dari rumah, pusat penitipan, sekolah, hingga gereja, saya melihat langsung bagaimana lingkungan belajar anak usia dini itu berfungsi. Saya mendengar tawa riang, tangisan kecil karena mainan direbut, atau bahkan rengekan saat waktu tidur siang tiba. Saya memperhatikan bagaimana para balita, baik bermain sendiri atau berkelompok, terstruktur maupun tidak, mengembangkan keterampilan hidup yang sangat penting.
Pengalaman ini membuat saya menyadari betapa luar biasanya kesabaran para pengasuh dan guru PAUD. Mereka bukan sekadar menjaga, tapi juga membentuk pondasi perkembangan otak dan kesuksesan jangka panjang anak. Sayangnya, realita di lapangan seringkali pahit. Meskipun perannya vital, PAUD masih kurang mendapat perhatian dan pendanaan yang memadai. Ini menjadi dilema besar bagi keluarga, pendidik, dan anak-anak yang harus berjuang sendiri.
Puncaknya, saya benar-benar merasakan langsung tantangan ini ketika saya sendiri menjadi seorang ibu pada tahun 2024. Bahkan sebelum banyak teman dan keluarga tahu tentang kehamilan saya, saya dan suami sudah sibuk mencari tempat penitipan anak di Denver. Saya sudah tahu tentang daftar tunggu yang panjang dan biaya yang tinggi, karena sering menuliskannya dalam artikel. Tapi, tetap saja saya terkejut saat beberapa direktur program memberi tahu bahwa putra kami, yang lahir di musim semi 2025, mungkin baru bisa mendapatkan tempat di tahun 2027 atau 2028. Bayangkan! Itu artinya menunggu dua sampai tiga tahun!
Ketika kami memutuskan untuk menggunakan sistem nanny share – di mana anak kami dan anak lain diasuh oleh nanny yang sama di salah satu rumah – proses pencariannya pun tak kalah menantang. Sulit sekali menemukan seseorang yang bisa kami percaya sepenuhnya untuk merawat permata hati kami. Perasaan campur aduk muncul, terutama ketika saya harus bekerja di meja, menulis tentang pengaturan pengasuhan anak orang lain, sementara saya bisa mendengar tawa, tangis, dan celotehan bayi saya sendiri tepat di lantai atas.
Melihat anak sendiri bertumbuh juga membuka mata saya lebih lebar. Banyak ahli mengatakan pentingnya hubungan dekat dengan pengasuh di tahun pertama kehidupan anak, dan saya kini mengalaminya langsung. Saya melihat bagaimana ia menemukan tangannya, lalu belajar meraih lonceng, dan akhirnya bisa membunyikannya. Di usia hampir 7 bulan, ia sudah bisa memegang buku, menggenggam cangkir, mengguncang mainan, dan meraih wajah saya. Setiap tahapan perkembangannya adalah keajaiban.
Kehadiran kami sebagai orang tua memberikan kenyamanan, semangat, dan kebahagiaan yang tak terhingga baginya. Ia mencari reaksi kami, mengikuti kami ke mana pun ia merangkak, dan tahu kapan ia ingin digendong. Bahkan dengan nanny, ia menunjukkan ikatan yang kuat; matanya berbinar setiap kali nanny datang. Saya tidak bisa memastikan apakah pengalaman meliput PAUD membuat saya menjadi ibu yang lebih baik, namun saya sangat yakin bahwa menjadi seorang ibu akan menjadikan saya jurnalis yang lebih peka, lebih sadar akan taruhan besar di dunia PAUD, dan lebih empatik terhadap semua pihak yang terlibat di dalamnya.