Pendidikan Tinggi Makin Sulit? Dampak Pemotongan Dana Kuliah

Mahasiswa muda dengan formulir bantuan keuangan di depan gerbang universitas. Ilustrasi ini menggambarkan sulitnya akses pendidikan tinggi bagi mereka yang kurang mampu.

Pernahkah kamu berpikir, kenapa biaya kuliah di perguruan tinggi sekarang rasanya makin mahal? Ternyata, ada lho kebijakan baru yang bikin akses ke pendidikan tinggi jadi makin sulit, terutama buat kamu yang punya latar belakang ekonomi pas-pasan. Jangan sampai pendidikan tinggi cuma bisa dinikmati sama mereka yang kaya saja!

Baru-baru ini, ada kabar kurang enak dari para pembuat kebijakan. Mereka memutuskan untuk memotong dana berbagai program yang selama ini membantu mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Alasannya sih macam-macam, mulai dari efisiensi sampai akuntabilitas. Tapi, dampaknya justru bikin kita khawatir: pendidikan tinggi bisa jadi "komunitas eksklusif" yang cuma bisa diakses oleh segelintir orang.

Coba deh bayangkan, program Beasiswa Pell Grant yang dulunya bisa menanggung lebih dari 75% biaya kuliah, sekarang cuma sanggup menutupi kurang dari 30% saja. Artinya, mahasiswa masih harus nombok puluhan juta rupiah, dan ini tentu memberatkan. Belum lagi perubahan sistem pinjaman mahasiswa yang malah bikin cicilan jadi tidak terduga dan lebih mahal. Ini bisa bikin banyak calon mahasiswa takut buat ngambil pinjaman, bahkan akhirnya urung kuliah.

Tidak cuma itu, beberapa program bantuan penting lainnya juga ikut kena pangkas. Misalnya, program bantuan pengasuhan anak di kampus (CCAMPIS) yang sangat membantu mahasiswa dengan anak, atau dana peningkatan pendidikan pasca-sekolah (FIPSE) yang mencari cara supaya lebih banyak mahasiswa bisa lulus. Pemotongan ini bikin mahasiswa harus kerja ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti kesehatan dan makanan, yang pada akhirnya mengganggu kelancaran studi mereka.

Padahal, semua tahu kan kalau pendidikan itu kunci buat mobilitas ekonomi? Dengan akses pendidikan tinggi yang makin terbatas, jutaan orang bisa terperangkap dalam kemiskinan. Ekonomi negara juga bisa terancam kekurangan tenaga ahli di berbagai sektor, mulai dari guru, perawat, manufaktur, sampai profesional IT. Di era kecerdasan buatan (AI) ini, kita butuh generasi yang adaptif dan terdidik, bukan malah sebaliknya.

Jadi, penting banget nih buat kita semua untuk menyadari bahwa investasi di pendidikan itu bukan pengeluaran, tapi investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Jangan sampai kita membiarkan pendidikan tinggi jadi hak istimewa bagi yang berduit saja. Mari kita dorong kebijakan yang lebih adil dan mendukung akses pendidikan untuk semua, tanpa pandang bulu.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org