Dampak Larangan Ponsel di Sekolah: Belajar Optimal, Disiplin Tantangan
Larangan penggunaan ponsel di lingkungan sekolah kini bukan lagi hal baru. Di beberapa negara bagian, termasuk sekitar tiga puluh di antaranya di Amerika Serikat, kebijakan ini mulai diterapkan dengan harapan dapat meningkatkan fokus dan hasil belajar siswa. Para guru pun mulai merasakan perbedaannya, di mana anak-anak terlihat lebih memperhatikan pelajaran di kelas. Namun, di balik potensi manfaatnya, muncul pertanyaan: apakah kebijakan ini benar-benar berdampak signifikan pada prestasi akademik?
Untuk menjawab pertanyaan ini, sepasang peneliti dari University of Rochester dan RAND melakukan sebuah penelitian menarik di Florida, negara bagian pertama yang memberlakukan pembatasan ponsel di sekolah pada tahun 2023. Mereka memanfaatkan data aktivitas ponsel dari satu distrik sekolah besar dan membandingkan sekolah dengan tingkat penggunaan ponsel tinggi sebelum larangan, dengan sekolah yang tingkat penggunaannya rendah. Pendekatan ini bertujuan untuk melihat apakah larangan tersebut memberikan dampak yang lebih besar pada sekolah-sekolah yang sebelumnya memiliki masalah penggunaan ponsel yang lebih intens.
Hasilnya cukup menggembirakan. Nilai tes siswa di sekolah dengan penggunaan ponsel tinggi menunjukkan peningkatan yang sedikit lebih baik dua tahun setelah larangan diberlakukan, dibandingkan dengan sekolah yang penggunaan ponselnya sudah rendah. Selain itu, kehadiran siswa di sekolah juga menjadi lebih teratur. Namun, perlu dicatat bahwa peningkatan akademik ini tidak terlalu besar, rata-rata kurang dari satu poin persentil, dan manfaatnya paling terasa pada siswa SMP, siswa kulit putih, Hispanik, dan laki-laki. Untuk siswa kulit hitam dan perempuan, peningkatan akademiknya tidak signifikan secara statistik.
Di sisi lain, kebijakan ini juga memiliki efek samping yang perlu perhatian serius. Di tahun pertama penerapan larangan, terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah skorsing siswa, terutama di kalangan siswa kulit hitam. David Figlio, salah satu ekonom dan rekan penulis studi tersebut, menyatakan kekhawatirannya akan peningkatan 16 persen skorsing pada siswa kulit hitam. Meskipun demikian, tindakan disipliner ini kemudian menurun di tahun kedua, menunjukkan bahwa siswa mulai beradaptasi dengan aturan baru. Data ini mengisyaratkan bahwa permulaan kebijakan mungkin "berliku" atau "penuh tantangan disiplin," namun seiring waktu, adaptasi mulai terjadi.
Studi ini juga menemukan penurunan drastis dalam penggunaan ponsel di sekolah. Sebelum larangan, lebih dari 60 persen siswa SMP menggunakan ponsel mereka setidaknya sekali selama jam sekolah. Angka ini turun menjadi 30 persen di tahun pertama dan 25 persen di tahun kedua. Hal serupa juga terjadi pada siswa SD (turun dari 25% ke 15%) dan siswa SMA (turun dari 45% ke 10%). Temuan ini memperkuat dugaan bahwa larangan ponsel, meskipun bukan "solusi ajaib," memang membantu siswa dalam hal kehadiran dan performa akademik.
Meskipun kebijakan anti-ponsel ini menjadi populer berdasarkan "firasat" kolektif bahwa ponsel mengganggu belajar, penelitian ini menjadi salah satu yang pertama menunjukkan hubungan kausal antara larangan ponsel dan peningkatan hasil belajar. Ini adalah kabar baik bagi dunia pendidikan yang terus mencari cara terbaik untuk menciptakan lingkungan belajar yang optimal.