Debat Pendidikan NYC: Siswa Berbakat & Ukuran Kelas, Apa Kata Riset?
Halo para pemerhati pendidikan! Di New York City, kota yang tak pernah tidur, isu pendidikan selalu menarik untuk dibahas, apalagi menjelang pemilihan walikota. Dua kandidat utama, Zohran Mamdani dan Andrew Cuomo, punya pandangan berbeda yang layak kita bedah tuntas. Yuk, kita selami lebih dalam tentang program siswa berbakat dan pengurangan ukuran kelas, berdasarkan temuan penelitian.
Membongkar Program Siswa Berbakat: Perlukah Diubah?
Program siswa berbakat di New York City sering jadi perdebatan hangat. Saat ini, hanya sekitar 18.000 siswa dari lebih 900.000 siswa sekolah umum yang mengikuti program ini. Nah, yang menarik, komposisi rasialnya cenderung didominasi oleh siswa kulit putih dan Asia. Mamdani berpendapat program ini sebaiknya dihapus untuk siswa TK dan identifikasi baru dilakukan di kelas tiga, sementara Cuomo ingin memperluasnya.
Sebenarnya, apa sih alasan utama program siswa berbakat? Konon, tujuannya agar siswa yang belajar cepat bisa berakselerasi. Tapi, penelitian justru menunjukkan hal yang mengejutkan. Banyak studi menemukan bahwa siswa di kelas berbakat tidak selalu belajar lebih cepat dari teman sebaya mereka di kelas reguler. Bahkan, analisis kurikulum menunjukkan bahwa banyak kelas berbakat tidak mengajarkan materi yang lebih canggih, melainkan hanya mengelompokkan siswa tanpa meningkatkan rigor akademis yang signifikan.
Identifikasi bakat pada anak usia 4 atau 5 tahun juga dipertanyakan keakuratannya oleh para peneliti. Bayangkan saja, bakat sejati seringkali bersifat spesifik domain—seorang anak mungkin unggul di matematika tapi tidak di membaca, atau sebaliknya. Namun, sistem di New York City cenderung melabeli atau mengecualikan anak secara global, bukan berdasarkan subjek.
Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari sini? Beberapa hal penting yang bisa dipertimbangkan:
- Menunda identifikasi hingga jenjang kelas yang lebih tinggi, saat profil kognitif anak lebih jelas, bisa meningkatkan akurasi.
- Mereformasi kurikulum agar kelas berbakat benar-benar menawarkan materi yang lebih maju.
- Mencari cara agar anak bisa berakselerasi dalam satu mata pelajaran saja, misalnya naik kelas untuk matematika atau bahasa Inggris.
Ukuran Kelas Ideal: Kecil Belum Tentu Efektif?
Selain program siswa berbakat, isu ukuran kelas juga jadi sorotan. Berdasarkan undang-undang negara bagian tahun 2022, New York City wajib mengurangi ukuran kelas menjadi maksimal 20 siswa di kelas K-3 pada tahun 2028. Untuk memenuhi target ini, kota perlu merekrut sekitar 18.000 guru baru.
Mamdani mengusulkan untuk mensubsidi pelatihan guru, menawarkan bantuan biaya kuliah dengan imbalan komitmen mengajar selama tiga tahun. Ide ini bagus, namun dinilai masih sederhana dan belum bisa memenuhi kebutuhan guru yang sangat besar. Tantangan utamanya bukan hanya merekrut guru, tetapi juga ketersediaan ruang fisik dan guru berkualitas. Merekrut ribuan guru baru yang mungkin belum berpengalaman bisa jadi tidak terlalu meningkatkan kualitas pembelajaran.
Penelitian tentang pengurangan ukuran kelas sendiri punya hasil yang bervariasi. Meskipun populer di kalangan orang tua dan guru, beberapa tinjauan riset menemukan bahwa manfaat dari kelas kecil seringkali tidak terlalu signifikan secara akademis. Jadi, penting banget untuk mempertimbangkan kualitas guru dan kurikulum, tidak hanya sekadar jumlah siswa per kelas.
Dari kedua isu ini, kita bisa melihat bahwa kebijakan pendidikan memerlukan analisis mendalam dan berbasis riset. Bukan hanya soal menambah atau mengurangi, tapi bagaimana menciptakan sistem yang adil, efektif, dan benar-benar mendukung potensi setiap siswa.