Peran Dosen di Era AI: Mengapa Keahlian Manusia Makin Penting?

Seorang profesor berinteraksi dengan mahasiswa di tengah visualisasi teknologi AI, menggambarkan bimbingan keahlian manusia.

Pernahkah kamu membayangkan bagaimana rasanya saat pertama kali mencoba Kecerdasan Buatan (AI) seperti ChatGPT untuk tugas kuliah atau pekerjaan? Mungkin awalnya kamu yakin keahlian dan pengalamanmu akan menjadi tameng, membuat AI tidak bisa mengerjakan sebaik seorang ahli terlatih. Namun, seringkali kita melihatnya: model AI, dengan arahan (prompt) yang tepat, mampu menghasilkan konten berkualitas tinggi dalam hitungan detik.

Situasi ini terkadang membuat kita berpikir ulang tentang peran kita, apalagi bagi para dosen dan akademisi. Tapi, jangan salah! Berlawanan dengan ketakutan banyak orang, keahlian para dosen justru semakin sentral di era di mana chatbot bisa membuat draf kompeten dalam sekejap. Ini bukan lagi soal trik cepat menggunakan AI, melainkan tahunan pengetahuan dan pengalaman di bidang tertentu yang memungkinkan para profesor untuk mengajukan pertanyaan yang tepat dan mengajarkan mahasiswanya melakukan hal yang sama.

Ketika proses pembuatan konten menjadi sangat mudah dan murah, nilai premium kini bergeser ke penilaian manusia, pembingkaian masalah, dan penggunaan etis yang menjaga alat-alat canggih ini tetap produktif dan tidak menyesatkan. Coba bayangkan: jika kamu masih pemula dalam suatu bidang, kamu tidak akan tahu pertanyaan apa yang harus diajukan atau apakah hasil AI itu bagus. Sebaliknya, para dosen bisa mendapatkan hasil yang baik dari AI karena mereka tahu persis apa yang mereka cari.

Contohnya, seorang profesor komunikasi yang ahli tentang Amandemen Pertama, ketika meminta ChatGPT membuat ringkasan tentang bagian tertentu dari undang-undang, dia bisa langsung mengidentifikasi apakah responsnya akurat dan mungkin menemukan beberapa informasi yang terlewat. Pengguna yang tidak berpengalaman tidak akan punya ide apakah mereka melihat keluaran yang berkualitas atau tidak.

Kita sering mendengar cerita tentang penggunaan LLM (Large Language Model) yang kurang tepat: studi dengan kesalahan faktual, laporan yang penuh dengan kutipan palsu, atau bahkan kesalahan yang dibuat AI dalam pengajuan hukum. Masalah-masalah ini tidak terdeteksi oleh detektor AI, melainkan oleh orang-orang dengan keahlian domain spesifik. Keahlian ini sangat berharga dalam mengidentifikasi celah dan kesalahan, baik dari keluaran manusia maupun AI.

Sama halnya dengan kemampuan dosen dalam menemukan masalah dalam tulisan dan logika seorang mahasiswa pascasarjana, mereka juga piawai dalam mengidentifikasi kesalahan dan kelalaian dari AI. Di era AI ini, keahlian tingkat subjek menjadi lebih esensial, bukan kurang. Kita perlu menepis narasi anti-intelektual dan menunjukkan bahwa kekuatan sistem AI hanya bisa diakses secara optimal oleh pengguna dengan pengalaman dan keahlian di bidangnya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org