Mengajar Sastra Era AI: Strategi Carlo Rotella Hadirkan Kelas Aktif

Carlo Rotella membimbing diskusi interaktif di kelasnya, menumbuhkan lingkungan belajar yang kolaboratif dan bebas gadget di tengah tantangan era digital.

Pernahkah kamu bertanya-tanya, bagaimana sih caranya bikin kelas sastra itu jadi lebih hidup dan nggak ngebosenin? Apalagi di zaman serba digital ini, tantangannya makin besar. Nah, ada seorang profesor keren bernama Carlo Rotella dari Boston College yang punya jurus jitu buat mengubah pandangan mahasiswa dari 'Kapan selesainya kuliah ini?' jadi 'Wah, apa ya yang bisa aku dapat dari pelajaran ini?' Yuk, kita intip rahasianya!

Mengajar Sastra sebagai Keterampilan Praktis

Profesor Rotella punya pandangan unik soal kelas. Buat dia, kelas itu seperti 'arena' latihan, mirip gym tinju atau klub musik, tempat orang-orang mengasah keahlian mereka. Jadi, menginterpretasi sastra itu bukan sihir atau omong kosong, tapi sebuah keterampilan yang bisa banget dipelajari dan diasah. Intinya, kita diajak buat melihat sastra bukan cuma teori, tapi sebagai latihan berpikir kritis dan mengenali pola dalam kehidupan. Ini adalah cara yang inovatif untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa.

Membangun Komunitas dan Keterlibatan di Kelas

Membangun komunitas yang solid jadi kunci utama di kelasnya. Bayangkan, di kelas Prof. Rotella, semua gadget dilarang! Tujuannya jelas, biar mahasiswa fokus dan benar-benar hadir di kelas. Nggak cuma itu, setiap mahasiswa juga wajib lho buat ngomong dan berpartisipasi di setiap sesi. Buat mahasiswa yang pendiam, Prof. Rotella punya trik khusus, kadang mereka diajak latihan bareng di jam konsultasi, persis kayak tim yang lagi latihan strategi sebelum bertanding. Ini semua demi satu tujuan: biar semua orang punya suara dan merasa jadi bagian penting dari proses pembelajaran.

Nilai Belajar Tatap Muka di Era Digital dan AI

Di tengah gempuran AI dan informasi yang membanjiri, kelas tatap muka justru jadi 'oasis' yang makin berharga. Menurut Rotella, kelas adalah tempat aman bagi mahasiswa buat mengembangkan keterampilan penting dan melatih respons analitis terhadap dunia nyata. Mahasiswa masa kini memang pintar-pintar, tapi seringkali juga lebih cemas, terisolasi, dan takut salah. Nah, di kelas inilah mereka diajak buat berani mencoba, berdiskusi, dan membangun 'otot' mental mereka, menyiapkan mereka menghadapi tantangan teknologi dan kehidupan.

Membaca: Latihan Otot Mental untuk Berpikir Kritis

Membaca bukan sekadar aktivitas biasa, tapi semacam latihan 'atletik' yang menguatkan 'otot inti' mental kita. Dengan membaca, kita melatih keterampilan kritis, fokus perhatian, dan kemampuan menilai keandalan informasi—skill-skill yang sangat penting di era yang didominasi AI ini. Rotella percaya bahwa pendidikan liberal art itu memberikan alat yang tahan lama buat kehidupan. Jadi, pengalaman belajar bareng di kelas, dengan segala dinamikanya, justru jadi hal yang paling berkesan dan berdampak jangka panjang.

Jadi, kalau kamu seorang pendidik atau cuma penasaran gimana sih cara belajar yang efektif di zaman sekarang, pendekatan Prof. Carlo Rotella ini bisa jadi inspirasi. Dia menunjukkan bahwa dampak paling berkesan dari sebuah kelas itu seringkali datang dari pengalaman kerja sama, bukan cuma dari materi yang diajarkan. Intinya, ajak mahasiswa buat bergerak melampaui sekadar reaksi emosional terhadap karya seni, menuju analisis yang lebih dalam. Strategi mengajar seperti ini sangat relevan untuk pendidikan masa depan.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org